Buku, Pesta, Cinta… dan ‘Game’

PERMAINAN komputer atau video bukan benda asing bagi Rudianto. Sejak kelas tiga sekolah dasar, ia terbiasa memainkannya. Kini Rudi, mahasiswa semester empat jurusan teknik informatika di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Barat, mengaku lebih menggemari permainan yang terhubung langsung dengan Internet. Soalnya, pemainnya banyak dan dapat berasal dari berbagai negara. “Jadi lebih menantang,” ujarnya.

Rudi bukan satu-satunya mahasiswa yang suka bermain video game atau online game pada usia yang sudah beranjak dewasa. Di Indonesia memang belum ada riset yang menunjukkan berapa banyak mahasiswa seperti itu. Tapi, di Amerika Serikat, sebuah penelitian yang hasilnya dipublikasikan pada awal pekan lalu mengungkapkan bahwa bermain video game atau online game menjadi bagian aktivitas keseharian kebanyakan mahasiswa di sana.

Penelitian oleh Pew Internet and American Life Project itu—lembaga inisiatif riset nirlaba yang berkedudukan di Washington, DC—menyimpulkan 70 persen mahasiswa bermain video game atau online game secara rutin ataupun sekali waktu. Bagi mereka, bermain video game sama pentingnya dengan belajar atau pergi ke pesta.

Lembaga itu menyurvei 1.162 mahasiswa college dan universitas di 27 kampus negeri dan swasta. Responden yang ikut adalah mahasiswa tahun kedua dan keempat. Mereka disurvei dalam dua periode, Maret-Juni 2002 dan September-Oktober 2002.

Steve Jones, profesor Department of Communication University of Chicago, Illinois, yang memimpin penelitian, mengatakan bahwa penelitian itu bertujuan mempelajari dampak game terhadap kehidupan mahasiswa. Ternyata, menurut Jones, bermain game bagi kebanyakan mahasiswa merupakan bagian dari aktivitas pada waktu luang yang dapat dilakukan bersamaan dengan bentuk hiburan lain, misalnya mendengarkan musik atau mengobrol dengan teman di kamar—atau berpesta dan bercinta. Tapi ada juga yang memadukan aktivitas ini di sela-sela waktu kuliah atau ketika membuat tugas pada malam hari di rumah—atau saat bergelut dengan buku.

Dalam survei itu, para mahasiswa menjawab bahwa bermain game hanya berdampak kecil bagi kehidupan mereka. Sekitar dua pertiga responden mengaku bermain game tidak mempengaruhi prestasi akademik. Tapi dari 10 orang rata-rata hampir satu orang yang mengakui tujuan mereka bermain game adalah untuk menghindari belajar.

Memang ada pandangan yang berbeda tentang segi positif dan negatif bermain game. Kalangan yang kontra menganggap permainan video berpotensi merusak. Mereka berpegang pada penelitian Doktor Brad J. Bushman, pakar psikologi dari Iowa State University di Ames, Iowa, pada 2001. Bushman menemukan bahwa permainan video yang mengandung kekerasan dapat meningkatkan pikiran dan perasaan agresif serta membangkitkan semangat yang menggebu-gebu. Itulah sebabnya anak-anak menjadi suka menyerang temannya.

Sebaliknya, permainan video juga diyakini memiliki potensi positif. Menurut Elidjen, M.Info.Comm.Tech., Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Bina Nusantara di Jakarta, game “dapat memicu kreativitas mahasiswa dan membantu dalam pembuatan aplikasi animasi.” Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh C. Shawn Green dan Daphne Bavelier dari University of Rochester, New York, boleh menjadi bukti penguat. Dalam laporan yang terbit lewat jurnal Nature pada akhir Mei lalu disebutkan bahwa mereka menemukan orang yang sering bermain game aksi memiliki kemampuan visual yang lebih tajam ketimbang mereka yang suka bermain game sejenis Tetris.

Menurut para peneliti University of Rochester itu, game aksi, seperti Grand Theft Auto 3 dan Medal of Honor, memaksa pemain melakukan beragam tugas secara simultan, misalnya mendeteksi musuh baru, menjejaki musuh yang telah ada, dan menghindarkan diri agar tak cedera. Sedangkan permainan seperti Tetris menuntut pemusatan perhatian hanya pada satu obyek dalam satu waktu.

Meskipun hasil penelitian yang mendukung dan mengecam game silih berganti diterbitkan, industri game tetap selamat. Di Amerika saja, menurut survei Interactive Digital Software Association, pada 2002 sekitar 60 persen penduduk berumur enam tahun ke atas bermain komputer. Pada saat yang sama, 221 juta komputer dan peralatan permainan video laku terjual.

Memang angka statistik penguasaan teknologi informasi di Indonesia jauh berbeda dibandingkan dengan di Amerika (penjualan komputer, misalnya, antara 600 ribu dan 700 ribu unit). Meski begitu, dari segi tren, tampaknya sulit berbeda jauh.

Dody Hidayat

Artikel ini bisa juga dibaca di MBM Tempo

This entry was posted in Innovation and Creativity and tagged . Bookmark the permalink.

2 Responses to Buku, Pesta, Cinta… dan ‘Game’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *